Ramadhan..
Banyak cerita dan banyak hikmah di dalamnya.
Salah satu cerita berikut adalah hikmah Ramadhan.
semoga menginspirasi..
Hidup
mahasiswa…..!! terdengar teriakan di seluruh penjuru kampus yang berorientasi mendidik mahasiswanya menjadi seorang guru. Seorang
guru. Ya itulah cita-cita yang didambakan oleh seorang mahasiswa baru yang
sejak tadi diam meskipun suara gemuruh teman-temannya bercanda. Hari itu adalah
hari terakhir OSPEK. Namun, sama sekali
pikirannya tidak berada di taman pancasila tempat ospek yang teduh
itu. Pikirannya melayang ke sebuah took,
tempat les, atau apa saja yang ia dapat bekerja untuk membiayai kuliahnya
nanti. Sebut saja nur. Tepatnya nur ramadhan. Remaja yang telah diterima oleh
kampus keguruan itu nampaknya tidak terlalu senang. Bagaimana tidak ? selama ia
kuliah nanti, ia pun belum tahu bagaimana cara membiayainya. Hanya modal pangestu
dan tekad baja yang mengantarkannya
nekad ke Yogyakarta untuk menimba ilmu guna menggapai cita-cita luhurnya itu.
“Maafkan
emak le…. Bapak dan emakmu tidak bisa menuruti keinginanmu untuk kuliah. Hasil
panen kemarin habis untuk berobat bapakmu……
pesan ibunya tercinta itu selalu terngiang-ngiang di
telinganya.
“Ya..
mak, saya paham benar keadaan simbok. Tetapi mbok, saya sudah diterima di UNY.
Izinkan saya untuk mengambil kuliah itu. Yang saya butuhkan hanya pangestu
simbok dan bapak. Semoga Allah senantiasa membuka pintu untuk kesana. Saya yakin
mbok, jika Allah membuka pintu untuk kuliah, pasti Allah juga membuka pintu yang
lain untuk mencapainya….,”kata Nur membesarkan hati simboknya.
“Amin….bapak
dan simbokmu selalu mendoakan tanpa kamu minta…hati-hati di sana. Jaga diri
baik-baik nak…….
Pesan
singkat namun mendalam itu mengiringi perjalanannya ke Jogja. Kota yang ia
idam-idamkan sebagai pencerah masa depannya. Tes…air matanya meleleh mengingat
semua itu. Baru kali itu ia menangis. Aku tidak boleh cengeng….,”gumamnya
setelah ia merasakan air hangat disekitar pipinya. Seorang Nur yang dikenal
kuat dengan berbagai badai cobaan hidup itu, tak kuat menahan tangis ketika
mengingat pesan mulia simboknya.
“Nur….,”panggil
seorang temannya yang berada disampingnya. Ia terhenyak dari lamunannya.
“Ya…ada
apa..,”jawabnya tergagap.
“Sebentar
lagi ada sambutan dari pak dekan laho. Di dengerin dengan baik. Bukannya
ngelamun gitu. ..,”kata Wahid. Temannya
yang satu itu memang sejak tadi
memperhatikannya.
“Ya…ya…
eh ntar aku minta bantuanmu ya Hid….,”jawab Nur
“Oke
bos. Aku siap membantumu…,” kata Wahid sambil mengangkat tangannya seperti
orang hormat.
Tak
la kemudian sambutan dari bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi dimulai.
Semua mahasiswa terkesima oleh tutur kata dan pidato bapak dekan. Pidato yang
mengandung motivasi dan arahan bagi mahasiswa baru disampaikan tata bahasa yang
empuk dan enak di cerna. Dengan menyitir bebrapa kalimat bijak di padukan
dengan kelihaian memasukkan beberapa ayat alqur’an dan terkadang diselingi
dengan canda membuat semua mahasiswa terdiam dan hanyut dalam aliran petuah
bijak pak Dekan.
…..menjadi
mahasiswa bukan hanya sekedar gengsi. Maha artinya tinggi. Kalian harus
mengukir prestasi yang tinggi, cita-cita yang tinggi dan budi pekerti yang
tinggi. Dan untuk mewujudkan itu perlu perjuangan dengan semangat yang tinggi,
dan tentunya butuh keringat dan air mata pula. Ingatlah bahwa sopo nandur
bakal ngunduh. Sekali lagi…janganlah kau sia-siakan masa mudamu…wahai
anakku..,” pesan pak Dekan itu dengan semangat empatlimanya.
Petuah
bijak dan mengena itu pun di sambut dengan applause yang meriah dari
mahasiswa. Suasana di taman pancasila senja yang menguning itu tampak seperti
lautan semangat dan mahasiswa menyelam dengan tenang terbawa arus optimis yang
akan membawa mereka ke muara kemenangan.
“Seandainya
saja saya kelak jadi pak Dekan, saya akan seperti beliau. Tapi…ach..hanya mimpi
kali. Aku kan hanya anak petani. Bisa jadi guru SD saja sudah senang,” gumam
Nur dalam hati. Ospek selesai, ia beranjak dari tempat duduk yang di bawanya
sebagai tikar intelektual. Wahid masih saja memperhatikan tingkah Nur
yang lucu dan tersenyum.
Awan merak berarak
bergandengan seolah bertasbih menyebut keagungan-Nya. Angin semilir dingin
mengiring burung camar menuju sarangnya. Menandakan senja telah menyapa Jogja.
Dengan langkah gontai, Nur berjalan bersama Wahid untuk pulang. Tak tahan
rasanya pengen segera sampai kos dan melepas lelah. Di wajahnya terlukis
semangat juang yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita luhurnya
***
Hawa
dingin
masih tebal menyelimuti sebagian desa Samirono. Tidak ada seorang pun yang
terjaga pada malam itu. Semua anak kos telah beristirahat setelah seharian
beraktivitas. Langit tampak temaram dengan beberapa bintang saja. Nampaknya
sang dewi malam malu-malu untuk keluar dari peraduannya. Malam itu memang sepi.
Ya sepi. Hanya suara jangkrik dan binatang malam yang terdengar memecah
kesunyian.
Tit…tit..tit….bunyi
alarm yang dipasang Nur berdering nyaring membuatnya terbangun. Rasa capek dan
pegal yang masih ia rasakan membuatnya menutup selimut ke tubuhnya lagi. Tak
lama kemudian, ia terhenyak dan bangun. Entah mengapa tiba-tiba ia seperti
mendengar pesan ibunya. Nur beranjak seketika untuk mengambil air wudlu. “Air
dingin, jangan jadikan aku takut menyentuhmu, aku ingin berwudlu dan menghadap
Dzat yang menjdikanmu dingin,” kata Nur untuk melawan kedinginan air di musim
kemarau itu.
Suasana
sepi. Teman-teman Nur terbuai dalam selimut hangatnya. Tetapi di sepertiga
malam yang akhir itulah saat yang tepat
untuk berdoa dan mengadukan keresahan dihati. Dengan penuh kekhusyukan Nur
berdoa :
“Ya…Allah
Dzat yang Maha Mengerti isi hati…. Dua hari lagi akan dating Bulan yang penuh
rahmat. Semoga Engkau izinkan aku mendapatkan rahmat-Mu tahun ini. Ya…Allah,
Yang Maha Memberi Petunjuk….sampai saat ini hamba belum memperoleh pekerjaan
untuk membiayai kuliah. Tunjukkanlah pada Hamba pekerjaan yang Engkau
ridloi…dengan rizki yang halal dan barokah. Ya Allah…jadikanlah hamba termasuk
golongan orang-orang yang bersyukur atas pemberian-Mu ini. Dengan penuh harapan…kabulkanlah
doaku di waktu mustajabah-Mu ini…amin…..”
Basah mata Nur dengan
limpahan air mata kerinduan kepada-Nya. Dada Nur terasa lega setelah mengadukan
semuanya. Ada kedamaian yang menyusup dalam rongga hati dan jiwanya. Ditariknya
nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan sambil
berkata,”Alhamdulillah………
Malam
semakin merayap. Nur masih terlihat sibuk membolak-balikkan catatan-catatannya.
Cukup lama ia mencari catatan yang di berikan Arif kemarin tentang lowongan
pekerjaan. Arif adalah kakak angkatan sekaligus pemandunya dalam ospek.
“Nah
ini dia. Ya…besok akan ku coba kesini. Siapa tahu rizkiku ada disana..,”kata
Nur dengan semangat. Di masukkannya catatan itu ke dalam tas canglong yang
telah usang. Sebentar ia mencatat agenda untuk esok hari. Setelah semuanya
beres, ia merebahkan tubuhnya untuk barang sebentar memejamkan mata. Besok
banyak tenaga yang harus ia keluarkan. Ia harus menyiapkan stamina yang fit
agar semuanya lancar. Nur terlelap sambil memegang tasbih kayu pemberian
ibunya. Ia tidur tenang seperti bayi di pangkuan ibundanya.
***
Kaki
Nur bergerak terus, menandakan ia gelisah. Bagaimana tidak? sudah 2 jam ia
menunggu Arif. Arif berjanji akan mengantarkannya untuk mencari kerja. Ia
mencoba menghubungi Arif dengan HP Wahid. Tetapi gagal terus. Nur sepertinya
lemas dan pasrah. “Kalau hari ini belum dapat kerja mungkin besok, kalau besok
belum dapat juga….ah Allah lebih tahu kok,”gumam Nur karena hatinya resah. Ia
tersadar katika Wahid memanggilnya.
|
Terima
kasih Wahid. Ya besok-besok saja ga apa-apa kok. Dah hampir Dzuhur. Aku keluar
dulu ya. Mau ke Masjid, sekalian coba deket-deket sini. Siapa tahu ada
lowongan…,”kata Nur sambil menyerahkan kembali HP Wahid.
Oke.
Hati-hati lho…jalan rame…,”aku mau nyuci dulu ya. Jangan sore-sore.
Oke..,”pesan Wahid.
Nur
berjalan menyusuri took-toko di jalan Gejayan sampai Colombo untuk mencari
kerja. Dari counter, took buku, minimarket, sampai swalayan ia coba semua. Sudah
berkali-kali ia bertanya, namun hasilnya tetap nol. Nampaknya Nur capek. Ia
pengen sholat dulu dan istirahat barang sebentar. Kakinya berhenti di sebuah
masjid berpapan nama Al-Muttaqien.
Gema
adzan dari segala penjuru sudah terdengar. Ia segera mengambil air wudlu dan
mengumandangkan adzan, karena ia menunggu-nunggu belum ada adzan di masjid itu.
Setelah adzan, Nnur menunggu orang untuk sholat berjama’ah. Tak lama datanglah
seorang bapak berusia setengah baya memarkir mobilnya di bawah pohon di depan
masjid. Langsung saja ia iqamat setelah bapak tadi selesai bewudlu. Ia
mempersilakan bapak tersebut untuk mengimami sholat. Namun bapak tersebut
menolaknya, dan menyuruhnya mengimami. Dengan ikhlas Nur menerimanya.
Dengan
khusyu’ mereka sholat dzuhur berjamaah. Setelah satu rakaat, ada dua sampai
tiga orang anak muda menyusul untuk berjama’ah. Semua jama’ah terhanyut dalam
lantunan ayat-ayat yang di baca Nur. Setelah selesai sholat. Nur tidak segera
meninggalkan rumah Allah itu. Nur berdzikir secukupnya, lalu berniat untuk
meneruskan pencariannya. Ia berbalik dan menyalami bapak tersebut. Nampaknya
Nur berkenlan dan berbincang-bincang dengan bapak itu. Bapak itu bernama Pak
Burhan.
“Dek
Nur asalnya mana? Kok tadi bacannya bagus…mondok ya.
“Ah…bapak
bisa saja. Saya dari Pati pak. Saya tidak pernah mondok. Cuma ngaji….
“Di
jogja kuliah, kerja, atau….
“Insya
Allah Kuliah pak. Tapi…sekarang lagi cari kerja sambilan untuk membiayai
kuliah…
Dek
Nur memangnya pengen kerja apa?
“Apa
sajalah pak Burhan. Asal halal dan dapat uang untuk biaya kuliah tapi tidak
mengganggu kuliah saya…
“Ehmm…sebenarnya
saya sudah lama mencari orang untuk membantu saya. Kalau dek Nur ga keberatan,
kerja di tempat saya saja gimana? Masalah jadwal nanti bisa di atur…
“Apa
saya tidak salah denger pak? Alangkah senangnya saya jika bisa kerja
“Beneran…saya
sungguh lagi mencari orang…untuk membantu saya di rumah. Karena istri saya
sedang sakit dan anak-anak masih pada kuliah di Jakarta….bagaimana?
“Wahhh
terima kasih sekali pak….dengan senang hati saya mau kerja di rumah bapak
“Ya
sudah kalau begitu…Dek Nur bisa langsung ke rumah saya sekarang atau besok..ni
alamat saya, sekarang saya permisi dulu. Masih ada urusan…
“Terima
kasih sekali lagi pak. Besok saja saya ke rumah bapak. Silakan pak….
Dengan
tersenyum Nur memandangi kepergian Pak Burhan sampai mobilnya membelok. Mata
Nur berbinar-binar mendapatkan pekerjaan itu. Ucapan Syukur tak henti-hentinya
ia ucapkan….
“Alhamdulillah
ya Allah….SEmoga Engkau meridloi langkahku ini. Semoga semua pemberian-Mu ini
bisa meningkatkan ghirahku untuk beribadah kepadaMu,”bisiknya.
Kupu-kupu
nampak berkejaran riang di atas taman dekat masjid, seriang hati Nur. Bunga
yang di hinggapi pun terlihat segar, merekah dan berayun-ayun cantik. Seolah memberi
ucapan selamat kepada Nur sore itu. Semburat kekuning-kuningan di langit Jogja
menandakan senja akan segera menyapa.
Orang-orang berlalu lalang untuk kembali ke
rumahnya. Nur segera bangkit untuk kembali ke kos Wahid. Dengan langkah optimis
dan senyum mengembang, ia berkata dalam hatinya,”Emak…..pesanmu menjelang
Ramadhan memberkahiku,…. begitu besar, doamu memudahkan jalanku……Aku tidak akan
mengecewakanmu mak….
Jogja,
11 Ramadhan 1429 H
11 September
2008
Ketika
semburat langit joga berwarna jingga
Dan burung-burung camar menuju sarangnya